BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Pengertian
Hiperemesis gravidarum adalah emesis
gravidarum berlebihan sehingga menimbulkan gejala klinis serta mengganggu
kehidupan sehari-hari (Hadiayati, 2009).
Hiperemesis gravidarum
ialah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda) di mana penderita mengalami
mual-muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas dan
kesehatan penderita secara keseluruhan (Achadiat, 2004).
Hiperemesis
gravidarum adalah mual dan muntah yang berat dan berlebihan selama kehamilan,
yang mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit, metabolik, dan nutrisi tanpa
masalah-masalah medis lainnya (Stright, 2005)
Hiperemesis Gravidarum (Vomitus yang
merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang
berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan
penurunan berat badan (Taber, 1994).
Hiperemesis Gravidarum adalah
keadaan dimana penderita mual dan muntah/tumpah yang berlebihan, lebih dari 10
kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan
sehari-hari (Achadiat, 2004).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan
muntah berlebihan selama masa hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan
dari morning sickness yang normal dialami wanita hamil karena intensitasnya
tidak melebihi muntah normal dan berlangsung selama trimester pertama
kehamilan. Sehubungan dengan adanya ketonemia, penurunan berat badan dan
dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat terjadi di steiap trimester, biasanya
diawali pada trimester pertama dan menetap selama kehamilan dengan tingkat
keparahan bervariasi. Kondisi ini perlu dibedakan dari penyakit lain seperti
kolesistitis, pancreatitis, hepatitis dan penyakit gondok. Ptialisme,
peningkatan produksi kelenjar ludah yang berlebihan, dihubungkan dengan mual
muntah berat selama masa hamil. Pada kondisi ini, wanita tidak mampu menelan
saliva dan selama hamil terus menerus mengeluarkan satu hingga dua liter ludah
per hari.
2.
Etiologi
Stright (2005) menjelaskan
bahwa etiologi hiperemesis gravidarum belum jelas; perkiraan faktor-faktor
penyebabnya meliputi:
1.
Kada HCG yang
tinggi pada awal kehamilan
2.
Defisiensi
metabolik atau nutrisi
3.
Lebih umum terjadi
pada kehamilan wanita kulit putih yang tidak menikah dan kehamilan pertama
4.
Ambivalen terhadap
kehamilan atau sters terkait dengan keluarga
5.
Disfungsi tiroid
Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab
hiperemesis gravidarum (Hidayati, 2009).
1.
Sering terjadi pada
prima gravida, molahidatidosa, dan kehamilan ibu akibat peningkatan kadar HCG.
2.
Faktor organik,
karena masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
3.
Faktor Psikologi.
Seperti keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
4.
Faktor endokrin
lainna: hipertiroid, diabetes, dan sebagainya.
Penyebab hiperemesis gravidarum belum
diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor
toksik; juga tidak ditemukan kelaian biokimia. Perubahan-perubahan anatomic
pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin (Manuaba dkk, 2009).
Manuaba (1998), beberapa
faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai
berikut:
1. Faktor adaptasi dan
hormonal
Faktor
predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan
kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda
menimbulkan dugaan bahwa faktor hormone memegang peranan karena pada kedua
keadaan tersebut hormone khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Alergi
Sebagai
salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah
satu faktor organic.
3. Faktor
psikologi memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang
retak, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik
meternal yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar
terhadap rasa enggan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Hubungan psikologi dengan hiperemesis
gravidarum belum diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru,
sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah.
3.
Patofisiologi
Muntah yang
terus menerus mengakibatkan dehidrasi dan akhirnya terjadi penurunan jumlah
darah dan nutrien yang bersirkulasi ke janin yang berkembang. Perawatan di
rumah sakit mungkin diperlukan pada gejala-gejala yang berat saat klien
memerlukan hidrasi intravena dan koreksi terhadap ketidakseimbangan metabolik (Stright,
2005)
Hiperemesis gravidarum merupakan
komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat
menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit . belum jelas mengapa
gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor
psikologi merupakan faktor utama, disamping pengaruh hormonal. Yang jelas,
wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita gejala tak suka makan dan mual
akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Manuaba, 1998).
Hiperemesis gravdarum ini dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energy. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang maka
darah menjadi kental (hemokonsentrasi). Hal ini menyebkan jumlah zat makanan
dan oksigen ke jaringan mengurang pula. Sehingga akan memperparah keadaan janin
dan wanita hamil. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan dapat
merusak hati (Manuaba dkk, 2009).
Disamping dehidrasi dan terganggunya
keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esophagus
dan lambung, dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan
ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan
transfusi atau tindakan operatif
(Hidayati, 2009).
4.
Gejala
dan Tanda
Sampai saat ini tidak ada
kesepakatan mengenai batasan seberapa banyak mual dan muntah yang dikeluarkan
pada hiperemesis gravidarum. Akantetapi, apabila mual dan muntah berpengaruh
terhadap keadaan umum ibu, sudah dianggap sebagai hiperemesis (Hidayati, 2009).
Batas jelas antara mual yang masih
fisiologis dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila
keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya hal ini dianggap sebagai
hiperemesis gravidarum. Hidayati
(2009) memaparkan tingkat hiperemesis gravidarum antara lain.
i.
Tingkat I (termasuk tingkat ringan)
1) Muntah
terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita.
2) Ibu
merasa lemah
3) Nafsu
makan tidak ada
4) Berat
badan menurun
5) Nyeri
epigastrium
6) Kulit
dehidrasi-tonusnya lemah
7) Tekanan
darah turun
8) Nadi
meningkat
9) Lidah
kering
10) Mata
tampak cekung
ii.
Tingkat II
i.
Tingkatan
II
1)
Penderita tampak lebih
lemah
2)
Gejala dehidrasi makin
tampak mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor
3)
Tekanan darah turun
4)
Nadi meningkat
5)
Berat badan makin
menurun
6)
Mata ikterik
7)
Gejala hemokonsentrasi
makin tampak: urin berkurang, badan aseton dalam urin meningkat
8)
Terjadinya gangguan
buang air besar
9)
Mulai tampak gejala
gangguan kesadaran, menjadi apatis
10)
Napas berbau aseton
iii.
Tingkat III
1) Muntah
berkurang
2)
Keadaan umum wanita
hamil makin menurun : tekanan darah turun, nadi meningkat,dan suhu naik;
keadaan dehidrasi makin jelas.
3)
Gangguan faal hati
terjadi dengan manifestasi ikterus
4)
Gangguan kesadaran
dalam bentuk: somnolen sampai koma;komplikasi susunan saraf pusat (ensefalopati
Wernicke); nistagmus-perubahan arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda,
perubahan mental.
5.
Diagnosis
Menetapkan kejadian hiperemesis
gravidarum tidaklah sukar, dengan menentukan kehamilan, muntah berlebihan
sampai menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi. Muntah yang
terus-menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin
dalam rahim dengan manifestasi kliniknya. Oleh karena itu, hiperemesis
gravidarum berkelanjutan harus dicegah dan harus mendapat pengobatanyang
adekuat (Manuaba, 1998).
Kemungkinan penyakit lain yang
menyertai hamil harus dipikirkan dan berkonsultasi dengan dokter tentang
penyakit hati, penyakit ginjal, dan penyakit tukak lambung. Pemeriksaan
laboratoriumdapat membedakan kemungkinan hamil yang disertai penyakit. Ketika seorang wanita
datang dengan keluhan mual dan muntah, riwayat berikut harus dikaji untuk
membantu membedakan antara mual dan muntah akibat kehamilan atau kondisi
patologis (Manuaba, 1998).
6.
Riwayat
1. Frekuensi
muntah
2. Hubungan
muntah dengan asupan makanan ( jenis dan jumlah)
3. Riwayat
pola makan (jenis makanan dan minuman, jumlah, waktu pemberian dan reaksinya)
4. Riwayat
pengobatan (termaksuk reaksi obat)
5. Eliminasi
( frekuensi, jumlah, diare dan konstipasi)
6. Darah
dalam muntahan (ulkus lambung atau radang esophagus akibat muntah berulang)
7. Demam
atau mengigil
8. Paparan
pada infeksi virus
9. Paparan
pada makanan terkontaminasi
10. nyeri
abdomen
11. riwyat
gangguan makan
12. riwayat
diabetes
13. pembedahan
abdomen sebelumnya
14. frekuensi
istirahat
15. dukungan
keluarga
16. kecemasan
karena kehamilan
7.
Pemeriksaan
a.
Fisik
1. Berat badan (hubungan
dengan berat badan sebelumnya)
2. Tanda-tanda vital; tekanan darah, suhu
badan, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan
3. turgor
kulit
4. kelembapan
membran mukosa
5. kondisi
lidah (bengkak, kering, dan pecah – pecah )
6. palpasi
abdomen untuk melihat: pembesaran organ, nyeri tekan, dan distensi
7. bising
usus
8. bau
mulut ketika bernafas
9. pengkajian
pertumbuhan janin
b.
Laboratorium
1. pemeriksaan
keton di dalam urine
2. urinalis
3. BUN
dan lektrolit
4. Tes
funfsi ginjal (singkirkan kemungkinan hepatitis, pancreatitis, dan kolestatis)
5. TSH
dan T4 ( singkirkan kemungkinan penyakit gondok)
8.
Penatalaksanaan
Pencegahan
terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan
penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa
mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala fisiologik pada kehamilan muda
akan hilang setelah kehamilan empat bulan, menganjurkan mengubah makan
sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu
bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk
makan roti kering dan biskuit dengan teh hangat (Hidayati, 2009).
Manuaba (2004) Menyebutkan makanan yang berminyak
dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya bisa
disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur
hendaknya dapat di jamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor
yang penting oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
1. Obat-obatan
Apabila dengan
cara tersebut diatas keluhan dan gejala tidak mengurang maka di perlukan
pengobatan. Tetapi perlu di ingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen.
Sedativa yang sering di berikan adalah phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan
adalah vitamin b1 dan b6. Antihistaminika juga dianjurkan, seperti dramanin,
avomin. Pada keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik seperti disiklomin
hidrokhloride dan khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih
berat perlu dikelola di rumah sakit.
2. Isolasi
Penderita
disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik.
Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk
kedalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak
diberikan makan/ minum selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja
gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3. Terapi
Psikologik
Perlu diyakinkan
kepada penderiota bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh
karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik,
yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4. Cairan
Parenteral
Berikan cairan
parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5%
dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat
ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan
bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena.
Dibuat daftar
kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa
sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan
hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam
penderita tidak muntah dan keadaan umumbertambah baik dapat disoba untuk memberikan
minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair.
Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan
akan bertambah baik.
5. Penghentian
kehamilan
Pada
sedagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan
mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium,
kebutaan, takhikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi
komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapetik sering sulit diambil,
oleh karena di satu pihak tidak bol;eh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain
pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irrevesibel pada organ vital.
Kondisi yang mengindikasikan bahwa
wanita mengalami dehidrasi meilputi turgor kulit buruk, peningkatan frekuensi
nadi dan pernafasan, dan peningkatan berat jenis urine. Apabila pemeriksaan dip
urine positif untuk keton, ada bau mulut ketika wanita tersebut bernafas, atau berat
badannya menurun, maka ia hanya memiliki sedikt kalori dan mengalami asidosis
akibat pembekaran lemak sebagai sumber energi.
Apabila tidak ada gejala asidosis atau dehidrasi, maka kemungkinan wanita
tersebut sebenarnya tidak mengalami hiperemsis gravidarum (Manuaba dkk, 2009).
Tinadakan awal
yang perlu segera dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pasang
infuse untuk member larutan dekstrosa 5%. (apabila wanita tersebut menderita
diabetes, maka konsultasi dengan dokter diperlukan sebelum larutan dierikan).
Dengan kecepatan aliran 200 ml per jam untuk liter yang pertama, larutan yang
diberikan akan membantu menganti cairan yang hilang.
2. Memuasakan wanita non per oral (NPO) atau
meminimalkan asupan cairan per oral selama beberapa jam akan memberi waktu
cukup bagi lambung untuk beristirahat.
3. Obat
antimuntah yang sering digunakan adalah sebagai berikut.
a. Prometazin
(phenergan) 25 mg memalui intravena atau supositoria
b. Klorpromazin
(thorazine) melalui supositoria 25 – 50 mg setiap 6 – 8 jam atau melaui IM 25 –
50 mg setiap 3 – 4 jam
c. Proklorperazin
(compazine) 10 mg IM atau 2,5 – 10 mg IV setiap 3 – 4 jam atau 25 mg
supositoria dua kali sehari.
d. Metoklopramid
(raglan) 10 mg PO 4 kali sehari ( jangan dikombinasi dengan fenotiazin diatas
sehubungan dengan efek ekstra pyramidal yang mungkin timbul
e. Metilprednisolon
16 mg 3 kali sehari selama tiga hari, kemudian dikurangi bertahap selama dua
minggu (untuk hiperemesis tingkat tinggi)
4. Setelah
beberapa jam tawarkan minuman per oral sedikit demi sedikit. Apabila mual dan
muntah muncul lagi, minta wanita tersebut puasa. Apabila wanita tersebut
menoleransi cairan, tambahkan cairan sedikit demi sedikit.
5. Lakukan
pemeriksaan sampel urine untuk mendeteksi keton
6. Begitu
keton tidak ada lagi didalam urine, kaji ibu kembali.
Beberapa wanita mampu menoleransi
penghentian cairan intravena dan dilanjutkan dengan pemberian makanan dan
minuman per oral tanpa ada masalah berarti. Akan tetapi, umumnya mual dan
muntah akan menetap. Apabila wanita tidak dapat menoleransi makanan dan minuman
per oral setelah pemberian cairan intravena, obat anti mual dan cairan oral
secara progresif, bidan harus konsultasi dokter untuk evaluasi dan
penatalaksanaan lebih lanjut. Terapi medis yang diberikan bukan hanya anti
muntah saja, tetapi juga sedative. Wanita tersebut kemudian akan dipertahankan
mengkonsumsi obat anti muntah Selama diperlukan untuk meningkatkan asupan
nutrisi yang adekuat. Pada kasus yang berat, penanganan selanjutnya kemungkinan
membutuhkan pemberian nutrisi parenteral total melalui intravena (Manuaba, 1994).
Berbagai pengaruh yang bersifat tidak
fisiologis juga harus dipertimbangkan. Apabila ternyata wanita mempunyai
riwayat depresi, jika kehamilan membuanya sangat tertekan, jika ia mempunyai
riwayat gangguan pola makan, atau jika ia tidak member tanggapan yang baik
terhadap penatalaksanaan medis awal, maka wanita tersebut perlu konseling
psikologis dan sosiologi. Penting diketahui bahwa hiperemesis dapat berkembang
menjadi kronis selama kehamilan dan dapat menjadi sumber distres yang
signifikan pada keluarga. Hal ini dapat mengganggu wanita dalam perannya
sebagai orang tua dan dalam melakukan tanggung jawab lain. Selain itu, juga
menjadi beban finansial, terutama jika wanita tersebut tidak bekerja. Dalam hal
ini dukungan moral sangat dibutuhkan bagi wanita dan keluarganya (Hadiyati, 2009).
Diet Hiperemesis Gravidarum
1.
Tujuan
Diet
pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh
dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat
gizi yang cukup.
2.
Syarat
Diet
hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranyanadalah:
a.
Karbohidrat tinggi, Lemak rendah, Protein sedang
b.
Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan
disesuaikan
dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
c.
Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan,
dan diberikan sering dalam porsi kecil
d.
Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian
dioptimalkan pada makan
malam dan selingan malam
malam dan selingan malam
e.
Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai
gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
3. Macam-macambDiet
Ada macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a.
Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan
hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong
bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang
terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
b.
Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah
berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan
makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan
makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi
kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
c.
Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis
gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh
diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan
semua zat gizi.
d.
Makanan yang dianjurkan untuk
diet hiperemesis I, II, dan III adalah :
·
Roti panggang, biskuit,
crackers
·
Buah segar dan sari buah
·
Minuman botol ringan, sirup, kaldu tak berlemak,
teh dan kopi encer
e.
Makanan yang
tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu
tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi, dan
yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan
penyedap) juga tidak dianjurkan.
SUMBER
1.
Manuaba, Ida Bagus
Gde.1998.Ilmu Kebidanaan,Penyakit Kandungan,dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan.Jakart:EGC.hlm209-213
2.
Helen Varney, jan m. kriebs, Carolyn L. Gegor buku ajar
suhan kebidanan edisi 4 volume 1.Jakarta: EGC 2008.hlm608-609
3.
Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan
Maternitas, Edisi 4: Jakarta, EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar