Cari Blog Ini

Senin, 18 Maret 2013

mual - muntah saat kehamilan kehamilan (HiperEmesis Gravidarum)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.        Pengertian
Hiperemesis gravidarum adalah emesis gravidarum berlebihan sehingga menimbulkan gejala klinis serta mengganggu kehidupan sehari-hari (Hadiayati, 2009).
Hiperemesis gravidarum ialah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda) di mana penderita mengalami mual-muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan (Achadiat, 2004).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berat dan berlebihan selama kehamilan, yang mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit, metabolik, dan nutrisi tanpa masalah-masalah medis lainnya (Stright, 2005)
Hiperemesis Gravidarum (Vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Taber, 1994).  
Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah/tumpah yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Achadiat, 2004).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari morning sickness yang normal dialami wanita hamil karena  intensitasnya  tidak melebihi muntah normal dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan. Sehubungan dengan adanya ketonemia, penurunan berat badan dan dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat terjadi di steiap trimester, biasanya diawali pada trimester pertama dan menetap selama kehamilan dengan tingkat keparahan bervariasi. Kondisi ini perlu dibedakan dari penyakit lain seperti kolesistitis, pancreatitis, hepatitis dan penyakit gondok. Ptialisme, peningkatan produksi kelenjar ludah yang berlebihan, dihubungkan dengan mual muntah berat selama masa hamil. Pada kondisi ini, wanita tidak mampu menelan saliva dan selama hamil terus menerus mengeluarkan satu hingga dua liter ludah per hari.

2.        Etiologi
Stright (2005) menjelaskan bahwa etiologi hiperemesis gravidarum belum jelas; perkiraan faktor-faktor penyebabnya meliputi:
1.      Kada HCG yang tinggi pada awal kehamilan
2.      Defisiensi metabolik atau nutrisi
3.      Lebih umum terjadi pada kehamilan wanita kulit putih yang tidak menikah dan kehamilan pertama
4.      Ambivalen terhadap kehamilan atau sters terkait dengan keluarga
5.      Disfungsi tiroid

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab hiperemesis gravidarum (Hidayati, 2009).
1.      Sering terjadi pada prima gravida, molahidatidosa, dan kehamilan ibu akibat peningkatan kadar HCG.
2.      Faktor organik, karena masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
3.      Faktor Psikologi. Seperti keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
4.      Faktor endokrin lainna: hipertiroid, diabetes, dan sebagainya.
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik; juga tidak ditemukan kelaian biokimia. Perubahan-perubahan anatomic pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin (Manuaba dkk, 2009).
Manuaba (1998), beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut:
1.      Faktor adaptasi dan hormonal
Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormone memegang peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormone khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2.      Alergi
Sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organic.
3.      Faktor psikologi memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik meternal yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap rasa enggan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Hubungan psikologi dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah.

3.        Patofisiologi
Muntah yang terus menerus mengakibatkan dehidrasi dan akhirnya terjadi penurunan jumlah darah dan nutrien yang bersirkulasi ke janin yang berkembang. Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan pada gejala-gejala yang berat saat klien memerlukan hidrasi intravena dan koreksi terhadap ketidakseimbangan metabolik (Stright, 2005)
Hiperemesis gravidarum merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit . belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi merupakan faktor utama, disamping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita gejala tak suka makan dan mual akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Manuaba, 1998).
Hiperemesis gravdarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energy. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang maka darah menjadi kental (hemokonsentrasi). Hal ini menyebkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula. Sehingga akan memperparah keadaan janin dan wanita hamil. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan dapat merusak hati (Manuaba dkk, 2009).
Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esophagus dan lambung, dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif (Hidayati, 2009).

4.        Gejala dan Tanda
Sampai saat ini tidak ada kesepakatan mengenai batasan seberapa banyak mual dan muntah yang dikeluarkan pada hiperemesis gravidarum. Akantetapi, apabila mual dan muntah berpengaruh terhadap keadaan umum ibu, sudah dianggap sebagai hiperemesis (Hidayati, 2009).
Batas jelas antara mual yang masih fisiologis dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya hal ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hidayati (2009) memaparkan tingkat hiperemesis gravidarum antara lain.
             i.            Tingkat I  (termasuk tingkat ringan)
1)      Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita.
2)      Ibu merasa lemah
3)      Nafsu makan tidak ada
4)      Berat badan menurun
5)      Nyeri epigastrium
6)      Kulit dehidrasi-tonusnya lemah
7)      Tekanan darah turun
8)      Nadi meningkat
9)      Lidah kering
10)  Mata tampak cekung
                              ii.            Tingkat II
        i.            Tingkatan II
1)      Penderita tampak lebih lemah
2)      Gejala dehidrasi makin tampak mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor
3)      Tekanan darah turun
4)      Nadi meningkat
5)      Berat badan makin menurun
6)      Mata ikterik
7)      Gejala hemokonsentrasi makin tampak: urin berkurang, badan aseton dalam urin meningkat
8)      Terjadinya gangguan buang air besar
9)      Mulai tampak gejala gangguan kesadaran, menjadi apatis
10)  Napas berbau aseton

                            iii.            Tingkat III
1)      Muntah berkurang
2)      Keadaan umum wanita hamil makin menurun : tekanan darah turun, nadi meningkat,dan suhu naik; keadaan dehidrasi makin jelas.
3)      Gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus
4)      Gangguan kesadaran dalam bentuk: somnolen sampai koma;komplikasi susunan saraf pusat (ensefalopati Wernicke); nistagmus-perubahan arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda, perubahan mental.

5.        Diagnosis
Menetapkan kejadian hiperemesis gravidarum tidaklah sukar, dengan menentukan kehamilan, muntah berlebihan sampai menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi. Muntah yang terus-menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim dengan manifestasi kliniknya. Oleh karena itu, hiperemesis gravidarum berkelanjutan harus dicegah dan harus mendapat pengobatanyang adekuat (Manuaba, 1998).
     Kemungkinan penyakit lain yang menyertai hamil harus dipikirkan dan berkonsultasi dengan dokter tentang penyakit hati, penyakit ginjal, dan penyakit tukak lambung. Pemeriksaan laboratoriumdapat membedakan kemungkinan hamil yang disertai penyakit. Ketika seorang wanita datang dengan keluhan mual dan muntah, riwayat berikut harus dikaji untuk membantu membedakan antara mual dan muntah akibat kehamilan atau kondisi patologis (Manuaba, 1998).

6.        Riwayat
1.      Frekuensi muntah
2.      Hubungan muntah dengan asupan makanan ( jenis dan jumlah)
3.      Riwayat pola makan (jenis makanan dan minuman, jumlah, waktu pemberian dan reaksinya)
4.      Riwayat pengobatan (termaksuk reaksi obat)
5.      Eliminasi ( frekuensi, jumlah, diare dan konstipasi)
6.      Darah dalam muntahan (ulkus lambung atau radang esophagus akibat muntah berulang)
7.      Demam atau mengigil
8.      Paparan pada infeksi virus
9.      Paparan pada makanan terkontaminasi
10.  nyeri abdomen
11.  riwyat gangguan makan
12.  riwayat diabetes
13.  pembedahan abdomen sebelumnya
14.  frekuensi istirahat
15.  dukungan keluarga
16.  kecemasan karena kehamilan

7.        Pemeriksaan
a.          Fisik
1.      Berat badan (hubungan dengan berat badan sebelumnya)
2.      Tanda-tanda vital; tekanan darah, suhu badan, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan
3.      turgor kulit
4.      kelembapan membran mukosa
5.      kondisi lidah (bengkak, kering, dan pecah – pecah )
6.      palpasi abdomen untuk melihat: pembesaran organ, nyeri tekan, dan distensi
7.      bising usus
8.      bau mulut ketika bernafas
9.      pengkajian pertumbuhan janin


b.        Laboratorium
1.      pemeriksaan keton di dalam urine
2.      urinalis
3.      BUN dan lektrolit
4.      Tes funfsi ginjal (singkirkan kemungkinan hepatitis, pancreatitis, dan kolestatis)
5.      TSH dan T4 ( singkirkan kemungkinan penyakit gondok)

8.        Penatalaksanaan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses  yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala fisiologik pada kehamilan muda akan hilang setelah kehamilan empat bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering dan biskuit dengan teh hangat (Hidayati, 2009).
Manuaba (2004) Menyebutkan makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya bisa disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat di jamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
1.      Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut diatas keluhan dan gejala tidak mengurang maka di perlukan pengobatan. Tetapi perlu di ingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen. Sedativa yang sering di berikan adalah phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin b1 dan b6. Antihistaminika juga dianjurkan, seperti dramanin, avomin. Pada keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik seperti disiklomin hidrokhloride dan khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.
2.      Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk kedalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makan/ minum selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3.      Terapi Psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderiota bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4.      Cairan Parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umumbertambah baik dapat disoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
5.      Penghentian kehamilan
Pada sedagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapetik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak bol;eh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irrevesibel pada organ vital.
Kondisi yang mengindikasikan bahwa wanita mengalami dehidrasi meilputi turgor kulit buruk, peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan, dan peningkatan berat jenis urine. Apabila pemeriksaan dip urine positif untuk keton, ada bau mulut ketika wanita tersebut bernafas, atau berat badannya menurun, maka ia hanya memiliki sedikt kalori dan mengalami asidosis akibat pembekaran lemak sebagai sumber energi. Apabila tidak ada gejala asidosis atau dehidrasi, maka kemungkinan wanita tersebut sebenarnya tidak mengalami hiperemsis gravidarum (Manuaba dkk, 2009).

Tinadakan awal yang perlu segera dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Pasang infuse untuk member larutan dekstrosa 5%. (apabila wanita tersebut menderita diabetes, maka konsultasi dengan dokter diperlukan sebelum larutan dierikan). Dengan kecepatan aliran 200 ml per jam untuk liter yang pertama, larutan yang diberikan akan membantu menganti cairan yang hilang.
2.      Memuasakan wanita non per oral (NPO) atau meminimalkan asupan cairan per oral selama beberapa jam akan memberi waktu cukup bagi lambung untuk beristirahat.
3.      Obat antimuntah yang sering digunakan adalah sebagai berikut.
a.       Prometazin (phenergan) 25 mg memalui intravena atau supositoria
b.      Klorpromazin (thorazine) melalui supositoria 25 – 50 mg setiap 6 – 8 jam atau melaui IM 25 – 50 mg setiap 3 – 4 jam
c.       Proklorperazin (compazine) 10 mg IM atau 2,5 – 10 mg IV setiap 3 – 4 jam atau 25 mg supositoria dua kali sehari.
d.      Metoklopramid (raglan) 10 mg PO 4 kali sehari ( jangan dikombinasi dengan fenotiazin diatas sehubungan dengan efek ekstra pyramidal yang mungkin timbul
e.       Metilprednisolon 16 mg 3 kali sehari selama tiga hari, kemudian dikurangi bertahap selama dua minggu (untuk hiperemesis tingkat tinggi)
4.      Setelah beberapa jam tawarkan minuman per oral sedikit demi sedikit. Apabila mual dan muntah muncul lagi, minta wanita tersebut puasa. Apabila wanita tersebut menoleransi cairan, tambahkan cairan sedikit demi sedikit.
5.      Lakukan pemeriksaan sampel urine untuk mendeteksi keton
6.      Begitu keton tidak ada lagi didalam urine, kaji ibu kembali.
Beberapa wanita mampu menoleransi penghentian cairan intravena dan dilanjutkan dengan pemberian makanan dan minuman per oral tanpa ada masalah berarti. Akan tetapi, umumnya mual dan muntah akan menetap. Apabila wanita tidak dapat menoleransi makanan dan minuman per oral setelah pemberian cairan intravena, obat anti mual dan cairan oral secara progresif, bidan harus konsultasi dokter untuk evaluasi dan penatalaksanaan lebih lanjut. Terapi medis yang diberikan bukan hanya anti muntah saja, tetapi juga sedative. Wanita tersebut kemudian akan dipertahankan mengkonsumsi obat anti muntah Selama diperlukan untuk meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat. Pada kasus yang berat, penanganan selanjutnya kemungkinan membutuhkan pemberian nutrisi parenteral total melalui intravena (Manuaba, 1994).
Berbagai pengaruh yang bersifat tidak fisiologis juga harus dipertimbangkan. Apabila ternyata wanita mempunyai riwayat depresi, jika kehamilan membuanya sangat tertekan, jika ia mempunyai riwayat gangguan pola makan, atau jika ia tidak member tanggapan yang baik terhadap penatalaksanaan medis awal, maka wanita tersebut perlu konseling psikologis dan sosiologi. Penting diketahui bahwa hiperemesis dapat berkembang menjadi kronis selama kehamilan dan dapat menjadi sumber distres yang signifikan pada keluarga. Hal ini dapat mengganggu wanita dalam perannya sebagai orang tua dan dalam melakukan tanggung jawab lain. Selain itu, juga menjadi beban finansial, terutama jika wanita tersebut tidak bekerja. Dalam hal ini dukungan moral sangat dibutuhkan bagi wanita dan keluarganya (Hadiyati, 2009).

Diet Hiperemesis Gravidarum
1.         Tujuan
Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.
2.         Syarat
Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranyanadalah:
a.         Karbohidrat tinggi, Lemak rendah, Protein sedang
b.        Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
c.         Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil
d.        Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan
malam dan selingan malam
e.         Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien

3.       Macam-macambDiet
Ada macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a.         Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
b.        Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
c.         Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
d.        Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah :
·           Roti panggang, biskuit, crackers
·           Buah segar dan sari buah
·           Minuman botol ringan, sirup, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer
e.         Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.


SUMBER
1.             Manuaba, Ida Bagus Gde.1998.Ilmu Kebidanaan,Penyakit Kandungan,dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.Jakart:EGC.hlm209-213

2.             Helen Varney, jan m. kriebs, Carolyn L. Gegor buku ajar suhan kebidanan edisi 4 volume 1.Jakarta: EGC 2008.hlm608-609

3.             Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4: Jakarta, EGC




Tidak ada komentar:

Posting Komentar